Senin, 14 Juli 2014

MOS (Masadimana Osismempermalukan Siswabaru)

Saya adalah sekian dari ratusan milyar orang di Indonesia yang tidak setuju dengan keberadaan MOS. MOS adalah singkatan dari Masa Orientasi Siswa, namun kata "Orientasi" di sini tidak jauh berbeda premisnya dengan "Tahan Malu". Ya, bagi kamu yang sudah mengalami MOS waktu SMP dan SMA, maka kamu sudah mengerti. MOS di Indonesia seluruhnya hampir sama dengan sistem sekolah lain, yaitu membuat siswa siswi baru bak seperti badut, dimana senior memaksa siswa siswi baru menghargai dan menghormati mereka, lucu? ya. Senior bisa sesuka hati membentak dan menyuruh siswa baru sesuai keinginan mereka. 

MOS di Indonesia ini menjadikan polemik di media, baik itu di media massa maupun media jejaring sosial. Banyak yang mengeluhkan MOS itu lebih banyak sisi negatifnya daripada positifnya, karena sifatnya yang hirarki senioritas, dimana senior membalas perlakuan seniornya yang terdahulu dengan siswa baru. Seolah-olah membentuk dinasti perploncoan, dan secara eksplisit mengajarkan kita, dendam itu harus dibalas meski yang kena batuya adalah orang lain, lebih kejam lebih bagus. Aneh!.

Jarang sekali kita belajar dari luar negeri untuk permasalahan MOS. Di media banyak yang memberitakan dan menginformasikan kepada kita, bahwa MOS tidak melulu harus membuat siswa baru seperti badut. Begitu banyak hal yang bisa dilaksanakan waktu MOS dengan membangun karakter melalui permainan maupun outbond, membuat acara khusus atau hal unik yang membangun yang bisa kita contoh dari Negara lain. Ini salah satu contohnya,




Apakah alasan SDM kita tidak mumpuni untuk membuat hal yang lebih bermanfaat? sayang sekali internet sudah bisa digunakan oleh siapa saja di Indonesia, apalagi untuk menggali informasi. Jika kita memang buntu untuk membuat program apa yang berkualitas, bolehlah kita meniru Negara lain. Saya kira orang Indonesia pandai meniru dan mengembangkan.

Sayangnya, sekelas Ospek kampuspun tidak jauh beda dengan MOS. Sudah jelas beda level pendidikan namun ide idenya masih konservatif sekali. Banyak yang adu mulut karena ideologi senior dan junior, bahkan ada yang beradu fisik. Menjadi bukti bahwa ospek seharusnya tidak sepaham dengan sistem perploncoan. Masih ingatkah dengan mahasiswa ITN yang meninggal ketika ospek? 

Sedikit share pengalaman saya ketika mengikuti Ospek dengan versi nama LKMM (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa) di UNESA yang dilaksanakan di Coban Rondo, Malang. Sempat saya tanyakan ke salah satu senior, Ospek ini fungsinya apa sih? dia menjawab "Pengenalan Kampus". Aneh? ya! Pengenalan kampus kenapa harus di Malang padahal kampus kita ada di Surabaya. Selain itu mahasiswa baru juga wajib membuat tas badut dan aksesoris aneh lainnya, dan dengan ancaman senior bahwa jika tidak mengikuti ospek ini tidak akan bisa lulus kuliah. Tidak rela jika saya harus menghormati senior yang pikirannya begitu kolot, akhirnya saya menampilkan bakat saya sewaktu belajar di SMP, drama. Diwaktu teman teman saya dicemooh dan diplonco senior, saya bisa tiduran nyaman di tenda, karena saya pura pura sakit waktu itu. Selama kegiatan ospekpun saya terus berpura pura sakit. Dan sukses, sama seperti yang lain saya lulus ospek.

Banyak yang bertanya, dengan begitu apakah kamu bisa mendapatkan pengalaman? Pengalaman itu tidak harus didapat melalui ospek, masih banyak organisasi di luar yang akan memberimu pengalaman lebih dan lebih berkualitas, pengalaman itu juga pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda, harganya mahal sekali...
terimakasih telah menuangkan beberapa kata...